Sabtu, 25 Agustus 2007

Terbatas Modal, UKM Jatim Enggan Lirik Ekspor

Terbatas Modal, UKM Jatim Enggan Lirik Ekspor

Potensi ekspor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Jawa Timur cukup besar. Mulai dari kerajinan logam, tekstil, produk tekstil, mebel, alas kaki, marmer, hingga batu onix, semua dihasilkan UKM Jatim. Sayangnya, potensi ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Demikian disampaikan Nurcahyadi, Ketua Forda UKM dalam talkshow Regionomic di Radio JJFM, Selasa (17/7).

Lebih lanjut Nurcahyadi mengatakan, UKM sering kesulitan mendapatkan informasi tentang tren pasar dunia. Mereka juga tidak mampu melakukan riset pasar. Padahal, hasil riset sangat dibutuhkan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar. "Di Indonesia, riset pasar hanya dilakukan oleh industri besar," kata pria yang akrab disapa Nur ini. Untuk mengatasinya, dia menyarankan agar pemerintah menyewa tenaga professional lokal untuk memberikan informasi tentang kebutuhan pasar.

Nur juga memaparkan sebuah data keberadaan UKM di Jawa Timur. Menurutnya, dari 4,2 juta industri di Jawa Timur ternyata 3,5 juta diantaranya adalah UKM. Anehnya, 2,3 juta diantaranya adalah UKM yang belum memiliki badan usaha dan tempat yang jelas. Dari jumlah tersebut, tidak lebih dari 230.000 UKM melakukan ekspor. "Itupun bukan ekspor penuh," tambahnya. Sedangkan sisanya hanya memenuhi pasar dalam negeri.

Diakui bahwa minimnya UKM yang memenuhi kebutuhan ekspor ini lebih disebabkan oleh keterbatasan modal. Penyebab lain, tingginya resiko ekspor terutama menyangkut pengiriman dan pembayaran, maupun tenggang waktu pembayaran ekspor yang cukup lama. "Meski keuntungan dari ekspor cukup tinggi, tapi kenyataannya banyak UKM di Jatim melakukan ekspor dengan menggunakan perantara agen atau trading house. Buktinya, Bali saat ini digunakan sebagai transit komoditi ekspor Jatim. Pemerintah seharusnya memotong jalur ini untuk efisiensi," harap Nur.

Pengembangan pasar ekspor juga harus dilakukan. Caranya yaitu dengan membangun jaringan pasar ekspor terpadu, baik berupa bangunan fisik di lokasi tertentu maupun website di dunia maya. Dengan begitu, para calon pembeli atau importer bisa mengakses informasi komoditi dan profil UKM yang potensial. Nur juga menilai bahwa Jawa Timur belum memiliki tempat pameran yang representative.

Muhammad Ardiyanto SH. MM, Subdin Pengusaha Kecil Menengah Dinas Koperasi dan PKM Jatim menilai bahwa kelemahan UKM dalam segala hal disebabkan karena pada umumnya banyak UKM masih menerapkan manajemen tradisional. Untuk itu, Dinas Koperasi dan PKM Jatim membentuk UPTD Balai Diklat Koperasi dan UKM di Malang. Setiap tahunnya diadakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas SDM UKM dan koperasi, terutama untuk ekspor.

Tentang ketersediaan informasi pasar, Ardiyanto menjelaskan, Kadin dan Bappeprov telah melakukan kajian informasi pasar ke beberapa negara. Sayang, upaya ini kurang maksimal karena keterbatasan sosialisasi dan akses informasi. Diperlukan kerjasama dengan seluruh stakeholder agar informasi yang tersedia dapat diakses semua pelaku usaha, termasuk UKM. Globalisasi dan persaingan bebas memang membuka peluang, namun bisa menjadi ancaman apabila kualitas produk tidak ditingkatkan dan dijaga baik konsistensi maupun kuantitasnya.(lee)

Tidak ada komentar:

Bibliography